21 April 2012

telpon dini hari

Aku sedang lelap dalam tidurku saat kurasakan handphone yang kuletakkan tepat di samping bantalku bergetar hebat. Dalam gelap aku meraba mencari handphone tersebut sambil mereka-reka jam berapa sekarang. Mestilah sudah lewat tengah malam. Dan, ah aku tau siapa penelpon ini.

Bibirku menyunggingkan senyum lebar saat melihat nama yang tertera di layar handphone yang terus saja bergetar itu.

"Hallo..." aku menyapa si penelpon dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.

"Kamu belum tidur?" Tidak ada sapaan balasan, si penelpon langsung bertanya.

Aku tersenyum, mengucek mataku yang masih terasa berat. "Udah tidur, kebangun..." jawabku, menguap.

"Kebangun gara-gara aku, ya?" Tanya si penelpon lagi.

Aku tertawa kecil. Kalau saja yang menelpon ini bukan Fathir, pacarku... dan kalau saja aku tidak betul-betul sayang padanya, aku akan menjawab "ya menurut looo" dengan nada jutek.

Tapi beda halnya karena yang menelpon ini Fathir, jam berapapun, apapun efeknya, aku akan menjawab "Iya, sayang. Tapi nggak papa. Aku seneng kok ditelpon kamu... kamu kenapa belum tidur?"

Pertanyaan retoris dan template karena Fathir akan menjawab "Aku nggak bisa tidur, sayang...".

Aku tersenyum. Tuh, bener kan. Fathir memang menjawab begitu. Ah aku sudah hafal :)

Aku menggerakkan badanku agar terasa enakkan. Mengambil handphone satu lagi dan memencetnya agar menyala, melihat jam yang tertera disana. Pukul 3 lewat 20 dini hari.

"Kamu lagi ngapain?" Tanyaku, memastikan. Meski aku tahu Fathir mungkin sedang bermain game football manager atau menonton film di laptop kesayangannya.

"Aku lagi kangen kamu, sayang..." jawabnya gombal. Aku tersenyum. Sesuatu menghangat dibalik dadaku.

Dulu, saat kami belum pacaran, Fathir memang sering menggombaliku. Sampe saat dia menyatakan cintanya padaku, aku pun menganggapnya gombal. Tapi sejak pacaran, Fathir jarang mengeluarkan kata-kata gombal. Fathir lebih menunjukkan rasa sayangnya padaku dengan tingkah laku dan perbuatan, tidak sekedar ucapan. Ahh... Fathirku itu memang punya segudang pesona yang bisa membuat jantungku berdetak jutaan kali lipat tak normal.

"Idih. Tumben ngegombal. Ada apa nih? Jangan-jangan abis bikin salah? Hahahaha" aku meledeknya.

Iya. Sejak pacaran, kalau Fathir sudah mulai bersikap mesra padaku, pasti dia baru melakukan kesalahan. Mematahkan flashdisk milikku misalnya, atau mungkin tidak sengaja merusak novelku yang dia pinjam. Hihi. Dia kira gombalannya bakal meluluhkan aku? Dia salah. Aku sayang sama dia. Dan cinta adalah satu-satunya alasan orang bisa dengan mudah memaafkan. Jadi, tanpa perlu dia menggombaliku-pun, pasti aku memaafkannya :D

"Ih kamu gitu, kalo romantis dikit dituduh abis bikin salah. Males ahhh..." Fathir menjawab dengan nada ngambeknya yang khas. Andai sedang berdekatan, aku pasti sudah menciuminya. Fathir tampak menggemaskan kalau sedang ngambek.

"Abisnya aneh... hahaa...."

"Aneh kenapa? Kangen sama pacar sendiri kan wajar? Kangen sama cewek lain tuh baru aneh..." Fathir bersungut kesal.

Aku mengucek mataku yang mendadak gatal. Rasa ngantuk udah lenyap entah kemana.

"Atau kamu mau yaaa aku gitu ke cewek lain? Aku sih bisa aja ngegodain cewek lain..." kata Fathir santai.

Aku tersenyum geli. "Ngegodain doang sih nggak papa, sayang. Asal hatinya tetep dijaga buat aku doang. I teach trust by giving you a freedom". Jawabku mantap.

Hening. Cukup lama.

"Terus kalo pas lagi ngegodain, aku beneran jatuh hati sama cewek itu... gimana?" Tanya Fathir.

Aku tersentak, terdiam beberapa saat memikirkan jawaban. "No, you won't. Kamu kan sayang sama aku" jawabku terkekeh.

Fathir ikut tertawa. "Aku sih sayang sama orang yang juga sayang sama aku dong..." kata Fathir, masih tetap tertawa.

"Well. I do. Rite? Dan kamu tau... diluar sana nggak akan ada yang bisa melakukakannya sebaik aku..."

"Idih. PD pisan. Hahahaha. Gimana kalo ada? Hayolooooh...." Fathir menantang ucapanku.

"Jelas nggak akan adalah..." jawabku mantap dan penuh keyakinan. "Kalo yang lebih baik dari aku sih mungkin aja ada. Tapi kalo sama persis kayak aku, aku yakin nggak bakal ada..." lanjutku.

"Nah ituh... kalo ada yang lebih baik... gimana hayoooo?"

Lagi-lagi aku terdiam, memikirkan jawaban yang tepat.

"Make sure, then... dia benar-benar sayang sama kamu atau sekedar obsesi memilikimu? Nggak pengen kamu dimiliki orang lain apalagi dimiliki cewek yang kayak aku..."

Farhir terbahak. Aku mengernyit. Apa yang lucu dari omonganku tadi sih?

"Kok ketawa?" Tanyaku.

"Hahahaha. Ya ya ya. I know what you mean... statement kamu tadi. Hahahahaha. Dasar!"

Aku ikut tertawa.

"Nah. Kalo sudah aku pastikan, dan dia memang sayang padaku bukan sekedar obsesi. Dan itu lebih dari kamu. Gimana?" Fathir mencecarku lagi.

Aku tersenyum. Kekasihku ini kalau bertanya sesuatu memang akan menuntut jawaban dengan jelas. Sampai dia puas.

"Kamu mau sama dia, gituh?" Aku balik bertanya.

"Mungkin aja..." Fathir menjawab seadanya.

"Kalo memang kamu bahagia sama dia dan dia bisa menyayangi kamu lebih baik dari aku, aku nggak akan nahan kamu kok, yank. Aku pasti ngelepas kamu dengan ikhlas sama dia. Aku nggak akan jadi penghalang, sahabatku pun nggak. Emang sih, susah banget buat aku pasti, bahkan jangan kaget kalo denger kabar aku jadi gila. Tapi jangan khawatir, I will be very fine, hanya jika kamu juga bahagia. Aku tahu Allah nggak akan pernah salah, aku sayang kamu ikhlas. Yah yang jelas, aku nggak mau jadi seperti... euh... if you know what I mean..." aku mengatakan semua itu dengan mantap dan Fathir mendengarkan dengan seksama.

"Tapi sayang, sebelum akhirnya aku melepaskan kamu dengan dia. Aku pasti akan berjuang semampuku untuk bikin kamu ngerasa jauuuuh lebih bahagia sama aku. Biar kamu nggak pergi berpaling ke dia dan tetap bersamaku..." aku menambahkan.

"Ah... ayaaaank...." nada manja Fathir yang khas. Kalau saat ini kami berdekatan, dia pasti sudah memelukku dengan sangat erat.

"Emangnya, kalo sosok itu ada. Kamu betul-betul memikirkan untuk pindah hati, yank? Aku nggak cukup bikin kamu bahagia ya?" Tanyaku pelan. Ketakutan menyergapku.

"Hm...." Fathir berdehem. Mungkin dia sedang berfikir. Aku menunggu dengan was-was. "Nggak, sayang. Andai mau, pasti sudah aku lakukan dari sekarang. Tapi nggak. Bagiku kamu satu-satunya, dan apa yang kamu kasih ke aku sudah jauh dari kata cukup. Kamu melengkapi, dan aku udah nggak butuh apa-apa dari cewek lain lagi" jawab Fathir mantap.

Sudut mataku memanas, buliran air bening mendesak keluar dari sana dan berjatuhan membasahi pipiku.

"Aku kan sayang sama kamu. Cewek lain mah nggak ada yang bisa kayak kamu buat aku. You are the one who can!"

Ah, Fathir. Aku pingin memeluknya erat-erat, sesegukan di dada bidangnya, dan merasakan dia menciumi ubun-ubunku dengan penuh rasa sayang.

"Yaudah, sayang. Udah malem. Kamu tidur gih. Maaf bangunin malem-malem dan jadi ngobrol yang berat gini ya sayang..." kata Fathir.

Aku tersenyum, menghapus bulir-bulir air mata yang membasahi pipiku

"I love you, yank..." katanya pelan, setengah berbisik. Tubuhku bergetar hebat.

"I love you too, sayang..."

Dan telpon pun terputus. Aku mengulang lagi percakapanku dengan Fathir tadi dalam kepalaku. Hatiku menghangat. Aku tau Fathir bersungguh-sungguh mengatakannya. Aku tau itu. Thank God I have him :')


***
Potongan cerita Fathir - Soraya. #draft
Published with Blogger-droid v1.7.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design ByWulansari