22 Agustus 2016

Diantara Kalian (Part 2)



baca dulu Diantara Kalian (Part 1)


***
Aku nyaris membatalkan pernikahanku dan berjuang mati-matian mendapatkan cinta bidadari itu. Aku tahu, hubungan yang sudah dia jalani tujuh tahun itu tentu tak mudah digoyahkan. Tapi aku mau mengupayakan apapun. Aku mau dia, dan aku tidak mau menyerah sebelum sempat berjuang.
Tapi hari itu Alisha masuk kedalam mobilku dengan senyum dan tatapan yang tidak biasa. Aku menjemputnya dikantor saat jam makan siang, dan dia menolak untuk makan siang bersama atau sekedar duduk di cafe menikmati es krim. Dia bilang, dia cuma mau muter-muter aja sama aku. Dia bilang dia pengen ngobrol, dan kami tetap dalam mobil.
Aku menurut, aku menjalankan mobilku tak tentu. Berjalan menjauh meninggalkan kantornya, sembari bertanya-tanya dalam hati, apa yang ingin dikatakan bidadari ini padaku.
Aku melihat Alisha tampak gusar, seperti ada sesuatu yang berusaha dia tahan tapi harus dia katakan. Aku meraih sebelah tangannya dan meremasnya pelan. Tapi dia menarik tangannya dari genggamanku. Sesuatu yang tidak seperti biasanya dan aku semakin tahu bahwa ada yang telah terjadi.
“Kenapa, Al?” Akhirnya aku memberanikan diri bertanya.
Dia masih diam, tak menjawab. All I Ask-nya Adele mengalun lembut dari Tape Mobil. Kemudian dia memiringkan duduknya, menatapku. Berulang kali menghela nafas, hingga akhirnya dia mengatakan sesuatu yang membuat aku menekan rem mendadak.
“Aku akan menikah, dua minggu lagi...”
Suara klakson panjang terdengar dari belakang mobil. Aku mengabaikannya. Kalimat yang keluar dari mulut bidadari itu bergema memenuhi rongga kepalaku.
“Mungkin ini saatnya kita harus mengakhiri semuanya....” Dia berkata lagi.
Lidahku kelu. Aku berusaha menjalankan lagi mobil, tapi kali ini untuk menghentikannya di pinggir jalan. Aku tau akan bahaya kalau aku tetap memaksa untuk menjalankan mobil. Mendengar penjelasan yang akan keluar dari mulut bidadari ini kemudian, akan berbahaya bagi keselamatan kami berdua.
“Aku sayang sama kamu, Keanu. Tapi aku sadar diri...”
Bidadari itu menangis.
“Aku bukan wanita baik-baik yang pantas untuk mendampingi kamu...”
Hatiku ngilu. Aku berusaha menghapus air matanya, tetapi dia menghalau tanganku.
“Jadi aku menyerah. Mungkin kita memang ga berjodoh, dari awal harusnya kita tau. Tapi aku gak bisa menghentikan semuanya saat masih indah. Padahal aku tau, akhirnya akan menyakitkan..”
Dia sesegukan. Aku berusaha meraihnya, memeluknya. Tapi lagi-lagi dia menolak.
“Al...”
“Terimakasih ya, Keanu.... Terimakasih karena kamu sudah sayang sama aku, dan mengizinkan aku dekat-dekat dengan kamu. Aku akan selalu bawa kamu dalam hati aku, aku akan jaga baik-baik kenangan kita”
Hatiku seperti disayat sembilu.
Andai aku bisa melakukan apa saja untuk menjadikan kita nyata, Alisha... Tapi aku tidak punya kuasa itu. Bukan kamu saja yang menyerah. Ternyata aku pun sudah kalah tanpa sempat merasa berjuang.
“Al...” Aku memaksa menggenggam tangannya. “Terimakasih kembali karena kamu sudah memberikan aku kesempatan untuk menyayangi kamu dan membiarkan kamu dekat-dekat dengan aku... Kamu adalah hal terindah yang terjadi padaku. Jangan menangis lagi. Tuhan sudah atur segala sesuatunya dengan baik, Al. Bukan kamu yang tidak baik buatku, tapi aku. Atau mungkin kita berdua memang tidak baik untuk satu sama lain. Jadi, Tuhan buat kita tidak berjodoh. Jangan nangis lagi, ya...”
Aku menghapus buliran air matanya dan dia tidak menolak. Aku raih dia dalam pelukanku dan dia juga tidak menolak. Hatiku pilu, seperti luka yang disiram air garam.
Suatu saat kami berdua akan tau alasannya kenapa Tuhan tidak menginginkan kami bersama. Dan kelak, ketika kami tahu alasan itu, aku percaya bahwa kami akan bersyukur.

***
“Sayang, ayo kita pulang....”
Suara lembut calon istriku lagi-lagi membuyarkan lamunanku. Aku memaksakan senyum.
Setelah pernikahan megah bidadari itu yang tak berani aku hadiri, aku memutuskan untuk melamar Alisha yang kini ada dihadapanku. Dan kini kami sedang mengurus segala sesuatunya.
Aku belum sembuh. Aku masih saja ingat bidadari itu. Dan tiap kali ingat dia, hatiku seperti disayat sembilu. Sekarang hubungan kami berdua baik-baik saja. Masih sering bertukar kabar, sesekali berkirim pesan. Bukan pesan bernada mesra seperti dulu, hanya pesan biasa yang seringkali berhubungan dengan pekerjaan. Pesan-pesan yang selalu aku hapus saat akan bertemu calon istriku. Sekalipun tidak ada yang aneh dari pesan-pesan itu. Aku hanya tidak ingin calon istriku tau bahwa ada wanita lain yang aku cintai setengah mati, yang namanya sama dengan nama dia.
Semoga kamu bahagia, bidadariku.
Karena aku bahagia kalo kamu bahagia.
Doakan aku, ya.

Diantara Kalian (part 1)



***
From : Alisha
Lagi dimana, K??

Handphoneku bergetar, satu bbm chatt baru masuk. Aku melihat sekilas, kemudian menekan agak lama pada chatt tersebut. Tanpa membacanya, aku memilih tombol Akhiri Obrolan.
Orang bilang, selingkuh dimulai dari saat kita menghapus pesan darinya. Namanya Alisha, aku bertemu dia pada suatu periode pemeriksaan rutin dikantorku. Dia adalah salah satu dari tim pemeriksa. Sampai detik ini aku tidak mengerti, bagaimana bisa ada bidadari yang menyamar menjadi auditor. Seperti dia.
Pelan, ingatanku kembali pada hari dimana pertama kali aku bertemu dia. Untuk ukuran tim auditor, Alisha rasanya terlalu cantik. Bukan berarti tidak ada auditor yang cantik, ya. Tapi Alisha tidak tampak seperti auditor. Dia baik, ramah, murah senyum, tutur katanya sopan. Alih-alih seperti tim yang lain yang selalu memasang wajah jutek dan jarang tersenyum, Alisha benar-benar seperti bidadari.
Tok. Tok.
Kaca jendela mobilku diketuk. Lamunanku buyar. Gadis manis berambut lurus sebahu dengan kacamata membingkai mata indahnya tampak diluar.
Aku tersenyum, membuka kunci pintu mobil dan membiarkan gadis manis itu masuk dan duduk di sebelahku.
“Hai, sayang....” Dia mendaratkan ciuman ringan di pipi kiriku.
Sesuatu berdesir dibalik dadaku.
“Aku udah telpon Tante April, ngabarin kalo hari ini kita jadi kesana untuk lihat dummy undangan dan souvenirnya...” Gadis manis itu nyerocos, menjelaskan tujuan kami hari ini.
Namanya Alisha, calon istriku. Bukan bidadari yang bbm-nya ku hapus tanpa kubaca tadi. Tapi nama panggilan mereka memang sama. Entah kenapa, semesta nampaknya sedang bermain-main denganku.
“Sayang... Kamu kenapa? Kok ngelamun?” Suara lembut itu lagi-lagi membuyarkan lamunanku.
Aku menghela nafas, tersenyum, mengelus pelan rambut lurusnya. “Gak papa, sayang. Kamu cantik hari ini....”
Dia tersipu. Manis sekali.
“Jalan sekarang?” tanyaku memastikan.
Dia mengangguk.
Mobil berjalan pelan meninggalkan rumahnya. Kurang dari tiga bulan lagi, gadis ini akan resmi menjadi istriku. Harusnya aku bahagia, bukan?

***
“Kamu sama dia sudah lama pacaran?”
Pada pertemuan kami yang kesekian, yang bahkan tak pernah berani kami sebut kencan, bidadari itu bertanya padaku. Iya. Dia tahu bahwa aku punya pacar. Dia tahu sejak pertama kali kami berteman di BBM. Aku menulis nama itu pada status BBM-ku. Alih-alih menjauh, kami malah semakin dekat.
Aku meniup-niup pelan gelas berisi kopi yang masih mengepul di hadapanku. “Sekitar delapan bulanan...” jawabku kemudian.
“Wait... delapan bulan?” Dia tampak berfikir, menghitung dengan jemari lentiknya. “Berarti bulan Februari?”
Aku mengangguk. Menatap lurus kedalam mata bulat cokelatnya yang tampak meluluhkan itu. Hari itu dia datang dengan terusan selutut berwarna putih susu bergambar bunga-bunga berwarma kuning cerah. Rambut panjangnya dia ikat satu, memperlihatkan leher jenjangnya yang selalu membuatku meneguk ludah.
“Ya ampun...” Dia memekik tertahan, menutup mulutnya, tampak sekali dia terkejut. “Dan kita ketemu maret, ya?” tanyanya kemudian.
Aku mengangguk, “Akhir maret tepatnya. Sebulan setelah aku resmi sama dia...” Aku menjelaskan.
Dia menatapku dengan tatapan yang tak bisa aku tebak. Cukup lama, hingga akhirnya dia mengalihkan tatapannya dan mulai menyuap es krim strawberry dihadapannya. Es krim strawberry memang favoritenya.
“Kalo kamu sama dia, udah lama?” gantian aku yang bertanya.
Karena sama sepertiku, bidadari itu juga sudah ada yang memiliki. Bahkan aku tau dari sejak pertama kali kami bertemu. Rekan kerjaku mendapati tatapan terpesona yang aku arahkan padanya, tanpa sempat bertanya, dia sudah menjelaskan bahwa bidadari itu sudah ada yang memiliki. Lagian, mana mungkin bidadari secantik dia masih single, bukan?
“Tujuh tahun...” jawabnya pelan, tapi tegas.
“Tujuh... tahun?” Aku mengulang, terbata.
Dia mengangguk. Ada bekas es krim disudut bibirnya. Aku mengambil tissue dan mengelap bekas es krim itu. Suasana mendadak hening, dia menatapku lama. Aku tersenyum.
“Sejatuh cinta apapun aku sama kamu, Al.... kamu harus tetap sama dia, ya...” kataku kemudian.
“Kenapa?”
“Karena gak mungkin aku merusak hubungan yang sudah terjalin begitu lama, kan?”
“Bukan karena kamu dan dia akan segera menikah?”
Aku diam, memilih tidak menjawab.
“Aku harusnya menikah mei tadi. Tapi terus aku ketemu kamu, mendadak aku ragu. Ternyata kamu udah punya pacar. Terus tau-tau aja kita udah sampe disini...”
Aku menyeruput kopiku yang masih agak panas. Tenggorokan seperti disiram air es, kelu. Maka aku butuh sesuatu yang hangat untuk mencairkannya.
“Tapi sekarang aku sadar... kita memang ga diciptakan untuk berjodoh...”
Aku meraih sebelah tangannya dan menggenggamnya erat. Darahku berdesir. Debaran aneh yang hanya ada setiap kali aku bersama dia ini kembali datang memenuhi rongga dadaku. Aku memejamkan mata, mencari pilihan kalimat yang pas.
“Keanu...” Dia menyebut namaku, pelan.
“Mungkin benar bahwa memang ada dua orang yang diciptakan untuk saling sayang, tapi tidak untuk bersama...” kataku pelan. “Seperti kita ini” Dadaku sesak.
 “Apa ini saatnya kita untuk berhenti?” Dia menatapku sayu.
“Apa boleh kalau kita terus kayak gini sampai salah satu dari kita menikah?” tanyaku penuh harap.
Bidadari itu menatapku lama. Tatapan yang lagi-lagi tidak bisa kuartikan. Aku harap-harap cemas, sekaligus menyiapkan hati kalau memang bidadari itu mau mengakhiri semuanya saat ini.
Tapi kemudian, diluar dugaanku, dia membalas genggaman tanganku erat. Hangat. Kemudian dia mengangguk dan tersenyum.
Aku menghela nafas lega. Aku tidak butuh penjelasan apa-apa. Anggukan itu sudah lebih dari cukup. Aku meraih tangannya lebih dekat dan mencium punggung tangannya pelan. Wangi moringa menguar dari sana, parfume kesukaannya yang juga aku sukai.
Diantara kalian dari d’massive mengalun lembut dari speaker cafe, seakan menjadi backsound pertemuan yang tidak pernah berani kami namakan kencan kali itu.

***
“Sayang, menurut kamu bagus yang ini apa yang ini?” Gadis manis itu mengacungkan dua buah dummy undangan kehadapanku.
Aku mencoba memusatkan perhatianku pada kedua undangan itu. Dua-duanya dengan nuansa perak dan biru. Hanya saja yang satu dominasi perak, yang satu dominasi biru. Aku terkesikap membaca nama yang terukir manis pada bagian depan undangan itu. Dicetak tebal dengan huruf timbul. Alisha dan Keanu.
Aku setengah berharap undangan itu adalah undangan pernikahan aku dan Alisha, bidadari yang menyamar jadi auditor itu.
“Sayang?”
“Eh... Iya...”
“Kamu kenapa sih ngelamun terus? Lagi capek, ya?” calon istriku itu berdiri tepat dihadapanku, wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
Aku tersenyum, mengelus pelan pipinya. Kemudian meraih dua buah undangan yang tadi dia tunjukkan padaku.
“Kalo kamu suka yang mana?” aku balik bertanya.
“Aku suka yang ini, sayang....” Dia menunjuk undangan dengan dominan warna biru.
Aku mengelus pelan bagian nama yang diukir dengan warna perak. Hatiku seperti teriris.
“Aku ikut mana yang kamu suka aja, sayang...” Kataku, menyerahkan contoh undangan itu kembali padanya dan mencium pelan atas kepalanya.
Dia tersenyum, kemudian membawa contoh undangan itu kembali pada vendor. Kulihat tampak dia dan vendor undangan sedang berbincang serius, beberapa kali dia menunjuk-nunjuk bagian tertentu pada undangan.
Pikiranku kembali menerawang jauh
2 Agustus 2016

Pelantikan (lagi)

Alhamdulillah.

One by one on my list already checked.

Hari ini, Pelantikan dan Angkat Sumpah PNS dari Formasi Umum Kabupaten Musi Rawas Utara tahun 2014. Setelah drama semuanya serba terakhiran dari daftar awal, pemberkasan, prajabatan, blablabla, ga disangka ternyata Muratara justru pelantikan duluan dari Kabupaten lainnya. Kesabaran selama ini berbuah manis, dan emang ya everything always happen for a good reason.

Alhamdulillah.

Kalo sesuai jadwal, harusnya sekarang ini sedang dalam diklat sertifikasi auditor. Tapi karena satu dan lain hal, diklatnya pending. Alhamdulillah karena ternyata Allah sudah atur semuanya baik-baik. Kalo sekarang lagi diklat, gimana mau dateng pelantikannya coba? sedangkan dua-duanya adalah hal penting dalam check list bidadari. Dan Allah emang Maha Mengatur Segalanya dengan baik. Ga abis-abis lah kita mikirinnya :')

Jadi PNS tidak pernah ada dalam cita-cita masa kecil bidadari, saking takut ga kesampeannya... Tapi Alhamdulillah Allah kasih keajaiban ini.

I still remember the day I prayed for the things I have know. Thank you God...

Blog Design ByWulansari