16 Juli 2012

obrolan meja makan

Sesi makan malam selalu jadi ajang ngobrol keluarga. Apalagi kalau papah sedang off kerja dan aku sedang mudik kerumah, kami sekeluarga ngumpul dan makan malam bersama.

Meja makan bundar dengan lima kursi yang mengelilinya menjadi saksi bisu obrolan hangat keluarga kecil kami. Obrolan-obrolan yang kebanyakan berakhir dengan wejangan khas orang tua yang keluar dari mulut mamah dan atau papah.

"Papah sama mamah dulu ya kayak kamu gini, Ay..." Papah memulai obrolan sambil menunggu piringnya diisi nasi oleh mamah.

Aku menunggu giliran mencentong nasi. "Kayak Aya gini gimana, pah?" Tanyaku. Memperhatikan jemari mamah dengan lincah menyedok nasi dan menuangkannya ke piring papah.

"Ya kayak kamu sama Fathir gini..." kata Papah. Kali ini tangan gempalnya menyendok sayur bening masakan mamah.

"Mamah kamu kan lulus kuliahnya lebih dulu dari papah. Lebih dulu setahun gitu, deh..." Papah melanjutkan.

Aku tersenyum. Sekarang giliranku menyedok nasi. Kayla, adikku yang nomor dua, menunggu giliran dengan sabar.

"Ya gitu emang kalo cowok, Ay. Maleeees. Nggak kayak kita yang cewek, rajin.. hahahaa" mamah menimpali, dengan tawa berderai.

Mau tak mau, aku ikut tertawa juga. Tanganku mulai sibuk memilih dan mengambil sepotong Ayam. Mengabaikan sayur karena aku memang nggak pernah makan sayur.

"Kalo cewek kan ngebet banget mau lulus cepet..." kata papah, mulai meyuap nasinya. "Cowok juga sih sebenernya. Tapi entah kenapa niatan pengen lulus cepetnya nggak dibarengin dengan usaha yang setimpal" lanjut papah.

Aku tertawa. Mataku menangkap gerakan tangan mamah yang sibuk mencuili ayam untuk Atisya, adik bungsuku.


"Papah cuma mau bilang ke kamu... kalo itu bukan masalah besar, sayang..."

Aku mengernyit bingung.

"Pekara siapa yang lulus duluan, nggak jadi masalah. Yang penting kan sama-sama selesai toh kuliahnya?" Papah menjelaskan, tersenyum.

Aku menyuap nasiku dalam diam. Mendengarkan dengan patuh ocehan papah.

"Terus nih, Ay. Kamu tau nggak. Persis kayak kamu sama Fathir sekarang ini.. Papah kamu dulu kan nemenin mamah ngelamar kerja kesana-kemari..." mamah menimpali.

Aku melirik beliau sekilas, ada guratan bahagia terpancar jelas diwajahnya.

"Kayak kak fathir nemenin dan nganterin mbak Aya gitu ya, mah?" Tanya sibungsu Atisya.

Aku melihat Mamah mengangguk.

"Kalo dipikir-pikir, mesti sebel banget kan ya.. nemenin orang interviu kerja padahal sendirinya belum lulus kuliah?" Mamah tersenyum simpul. "Tapi papah kamu menahan dalam-dalam rasa kesal itu dan mau nemenin mamah.."

"Kan papah sayang sama mamah.." sahut Kayla singkat.

Papah tersenyum, mamah juga. Sibungsu masih sibuk dengan cuilan ayam dari mamah. Aku masih diam. Menyuap sesendok demi sesendok makananku dengan pelan, sambil sesekali tersenyum.

"Betul.." papah membenarkan ucapan Kayla. "Dan itu juga lah yang papah liat dari Fathir.." papah melanjutkan.

"Kak Fathir sayang sama Mbak Aya?" Tanya Kayla, memastikan.

Papah mengangguk. "Sama kayak papah sayang sama mamah. Sayang banget. Udah bukan sekedar main-main lagi..."

"Sayang banget apa sayang aja?" Celetuk sibungsu Atisya menggemaskan.

Kami semua tertawa.

"Dan itu yang paling penting, mbak Aya..." aku merasakan papah menatapku. Aku melirik sekilas kearah beliau, mata kami bertemu. Aku buru-buru mengalihkan pandangan.

"Iya. Karena keputusan untuk hidup seterusnya dengan orang yang sama adalah pilihan paling penting dalam hidup. Jadi, pilihlah orang yang sayang sama kita..." mamah lagi-lagi menimpali. "Karena kelak, hidup kita, setiap hari, akan selalu tertuju padanya..."

Aku memaksakan senyum. Sesuatu bergetar hebat dibalik dadaku.

"Mamah suka sama Fathir, anaknya sopan, baik sama adik-adik kamu, ganteng lagi..."

"Idungnya mancung!" Sibungsu ikut bersuara.

"Dan dia mau mati-matian ngejagain mbak Aya. Ngebelain mbak Aya. Kapanpun. Apapun caranya. Itu yang paling penting buat papah. Karena kelak, dia yang akan menggantikan papah menjaga Mbak Aya..."

Sudut mataku memanas, aku masih saja menyuap makananku dalam diam.

"Selain sayang, yang juga harus menjadi pertimbangan adalah kemauan dia untuk kerja keras bikin kamu bahagia..." mamah melanjutkan wejangannya.

"Percuma anak orang kaya kalo dia nggak mau kerja keras. Sia-sia aja harta orang tuanya. Itu maksud mamah kamu..." papah menegaskan.

Aku mengangguk mengerti

"Tapi jangan khawatir, kamu sudah memilih orang yang tepat kok sayang..." Mamah menatapku lembut.

Sesuatu menghangat dibalik rongga dadaku.

"Fathir baik, dia sayang sama kamu, dan mamah bisa melihat dengan jelas bahwa dia adalah tipe pekerja keras..."

"Iya. Meski dia anak orang kaya, tapi dia nggak manja dan berfoya-foya dengan harta orang tuanya..."

"Alhamdulillah..." kataku akhirnya bersuara pelan.

"Jaga baik-baik itu ya Mbak aya... Mamah mau Fathir jagain anak gadis mamah ini sampe tua..."


"Amin, mah. Amin. Insya Allah. Mamah sama papah doain aja yang baik-baik pokoknya ya .."

Aku tersenyum, sudut mataku memanas. Aku banyak mengaminkan dalam hati.

Tolong buat jalannya lurus hingga akhir, Allah...
Published with Blogger-droid v1.7.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design ByWulansari