2 Juli 2012

Fathir : "karena dia spesial"

"Menurut lo, ini gimana?" Fathir bertanya kepada Ardi, sahabatnya. Ditangannya ada sepasang cincin cantik yang terbuat dari bahan titanium. Anti karat kata mbak penjualnya.

Ardi melihat cincin itu dengan seksama kemudian mengangguk mantap.

"Ah lo ngangguk-ngangguk doang daritadi..." gerutu Fathir, kesal. Ini sudah cincin ketiga dan Ardi selalu mengangguk saat dimintai pendapat.

"Ya karena emang semuanya bagus..." jawab Ardi sekenanya. "Tapi kalo gue sih prefer yang ini.." Ardi melanjutkan. Menunjuk salah satu cincin. Bentuk dan desainnya sederhana. Polos. Hanya ada satu garis biru melingkar dibagian tengahnya. Fathir loves blue.

"Gue juga paling suka sama yang ini, sih..." kata Fathir sambil memperhatikan dengan lebih seksama lagi cincin garis biru itu.

"Yaudah. Tunggu apalagi? Pesen!" Ardi menepuk bahu sahabatnya itu.

Fathir tersenyum dan mengangguk. "Mbak, ini yang cewek minta ukuran 5 dan yang cowok ukuran 7, ya..." Fathir berkata kepada si mbak penjual yang daritadi dengan setia menunggui Fathir memilih cincin.

"Mau diukir nama dibagian dalamnya, mas?" Tanya si mbak.

Fathir berfikir sejenak. "Boleh" jawabnya. "Fathir dan Soraya ya, mbak" lanjutnya

Si mbak pelayan menyodorkan sebuah buku dan pena. "Tulis disini ya mas namanya"

Fathir menurut. Menulis namanya dan soraya dibuku itu. Lalu setelah selesai menyerahkannya kembali ke mbak penjual.

"Baiklah, ditunggu aja mas. Sekitar setengah jam..."

Fathir mengangguk. Si mbak berlalu.

"Lo sayang banget pasti ya sama aya..." kata Ardi memecah keheningan. Matanya sok sibuk menelusuri jejeran cincin didalam etalase.

"Menurut loooo?" Fathir menjawab sambil tersenyum.

Ardi tertawa. "Karena gue nggak pernah liat lo sampe begininya sama cewek. Sama mantan-mantan lo ya maksudnya. Not to mention gebetan lo yang seabrek itu!"

Fathir tertawa mendengar argumen sahabatnya itu

"Padahal Aya kan nggak cantik-cantik banget, bro? Yaa kalo dibandingin sama cewek-cewek yang ngejer lo itu gue heran aja lo malah milih dia..."

Fathir tersenyum geli.

"Rasanya gue udah sering bilang kan, ya? Aya itu... kalo bagi gue sih... biasa ajaa..." Ardi melanjutkan.

Fathir mengangguk, tertawa.

"Ekampret. lo ketawa-ketawa aja. Jawab dong. Kenapa?" Ardi menoyor kepala sahabatnya itu.

Fathir nampak berfikir sejenak. "Hmm.. karena Aya special..." jawabnya kemudian, singkat.

"That's all?"

Fathir menjawab dengan anggukan. Ardi menatap heran, penuh tanya.

"Aya tuh special. Dua tahun gue uji ketahanannya dan dia nggak nyerah. Dia mengerti gue dengan sangat baik. Dia emang nggak cantik, tapi gue bangga tiap jalan sama dia ada banyak mata yang menatap terpesona kearahnya. Dia mendampingi gue dalam setiap kondisi, bahkan saat masa terpuruk gue pun aya nggak meninggalkan gue..." Fathir menerawang...

Ardi diam. Mendengarkan dengan seksama.

"Dan lo liat sendiri gimana dia dengan telatennya ngerawat gue waktu gue sakit. Sikap keibuannya yang bikin keponakan-keponakan gue pada lengket. Supelnya dia. Ramahnya dia. Perhatian-perhatian kecil yang dia kasih buat keluarga gue..."

"..."

"Aya yang nggak bisa masak tapi nggak pernah lupa mengingatkan gue untuk makan dan selalu peduli dengan apa yang gue makan. Aya yang pengalah. Aya yang penurut. Dia yang selalu bilang dia sayang sama gue sekalipun gue abis bikin dia kesel..."

"...."

"Aya yang nggak cemburuan. Nggak possesif. Nggak pernah ngelarang-larang gue deket sama cewek manapun. Aya yang percaya banget sama gue, dan nggak pernah peduli omongan orang lain..."

Ardi masih diam, mendengarkan dengan seksama.

"Yang pasti.. yang gue tau.. gue selalu pingin melindungi dia. Jagain dia. Dari apapun. Kapanpun..."

"Insiden berantem kemaren salah satunya kan?" Ardi ngakak.

Ganti Fathir yang menoyor kepala Ardi. Ardi masih terkekeh geli.

"Eh tapi gue sih bersyukur. Insiden kemaren bawa banyak banget kebaikan buat gue dan aya..."

"Iyee gue tau. Lo udah berulang kali bilang itu..."

Fathir tertawa. "Yoi. Alasan gue beli cincin ini salah satunya..."

Tepat saat itu, si mbak pelayan datang membawakan cincin pesanan Fathir. Cincin titanium sederhana dengan garis tipia biru melingkarinya. Fathir meraih cincin itu dan meraba ukiran timbul namanya dan nama Aya di bagian dalamnya. Fathir tersenyum, sesuatu menghangat didadanya.

"Gue doain semuanya lancar deh, bro. Dari semua hal yang lo jabarkan tadi, Aya emang udah yang paling pas deh buat lo..." Ardi menepuk bahu sahabatnya itu.

Fathir tersenyum dan mengangguk. Membayar cincin pesanannya dan menerima plastik berisi sepasang cincin itu.

Minggu depan dia akan melamar Aya.



***
Another story of Fathir - Soraya #draft
Published with Blogger-droid v1.7.4

4 komentar:

  1. Hemm ... kayanya nanti "Fatir & Aya kecil" bakalan meleleh pas denger cerita Ayah & Bundanya *kedip2* hehehehe ... btw cerpennya kok enggak ada fotonya dhe? *nyengir lebar*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hhihi... Ini buat arsip cerita ke Fathir dan Aya kecil :p nanti per-part pake ilustrasi foto aja deh... hhahahahaaa

      Hapus
  2. okelah, hahahah X)) kayanya stock fotonya udah banyak tuh, ihihiy!

    BalasHapus

Blog Design ByWulansari