17 Agustus 2018

Unsent Letters a Review

Identitas Buku
Judul : Unsent Letters
Penulis : Elcessa
Penerbit : Grasindo
Tahun terbit : 2017
Jumlah Halaman : 389+++

***
Blurb

Tentang Kejora -- yang rasa sedihnya ia tumpahkan dalam puluhan lembar surat. Tiap kata yang memenuhi lembarnya setara doa, harapan, dan rintihan yang terus meminta agar waktu dapat diputar ulang.

Tentang Raffa -- dan rasa sesal yang memenuhi benaknya tanpa petnah berani ia keluarkan. Kata pisah terus membayangi di ingatannya meski waktu telah berlalu, bersama imaji seorang gadis mungil yang menyandang nama bintang paling terang. Bintang yang jaraknya dua langkah dari sang mentari.

Tentang mereka -- dan sebuah kisah yang mengalir dalam tumpukan surat. Surat-surat yang akan menguning, menjadi saksi bish hal-hal yang pernah mereka bagi. Mungkinkah surat itu menjadi jalan bagi mereka untuk kembali menemukan?

***
Review

Novel ini menarik minat gue karena judulnya yang bikin penasaran. Sesuatu yang tak terucap, tak tersampaikan, tak terkirim dan tak-tak-tak lainnya memang selalu berhasil bikin gue penasaran. Karena menurut gue, sesuatu yang tak tersampaikan atau terucap atau terikirim atau tak tak tak lainnya itu, pasti memiliki alasan berattttt sekali. Dan gue ingin tau, alasan berat apa sih yang bikin surat-surat dalam novel ini menjadi tak terkirim.

Gue udah ga sabar pengen baca sejak paket buku ini sampe kerumah, tapi sayangnya harus gue tahan karena saat itu gue masih menyelesaikan buku lainnya.

Buku ini selesai gue baca dalam sekali duduk. Benar-benar sekali duduk karena gue buka sampul plastiknya pas baru sampe kantor dan ga ada kerjaan, terus selesai baca seharian itu. Bener-bener ga ada jeda bahkan sambil makan aja gue baca loh. Iya, sepenasaran itu. Karena, as I said before, gue bener-bener ingin tau alasan berat apa sih yang bikin surat-surat ini menjadi tak terkirim.

Cara baru bercerita gue dapatkan dari novel ini. Setiap bab diawali dengan surat, lalu dilanjutkan dengan nostalgia cerita memori dimasa lalu. Seperti sedang mendengarkan seseorang bercerita tentang masa lalunya yang sangat pedih. Dan penulis berhasil bawa gue hanyut dalam tulisannya dan bikin gue baper ga kelar-kelar. Ini nih kenapa gue gak pernah suka baca buku sedih yang berujung ga happy ending. Karena gue ini anaknya baperan, dan kalo baca buku sedih tu kebawa suasananya berhari-hari. Hikkksssss....

Mengejutkan, karena setelah baca 'tentang penulis' nya, gue mendapati Elsa ini kelahiran 98.. Buset yaa.. Jauh banget lebih muda dari gue tapi bok tulisannya daleeeeemmm banget. Penokohan yang kuat bikin gue bener-bener menyatu dengan cerita.

Biasanya, gue sering skip baca untuk narasi yang terlalu panjang. Ntah kenapa tapi gue emang males aja. Tapi buku ini dialognya dikit, banyakan narasi. Dan gue suka. Gue baca semua kata per kata, dan gue salin beberapa kalimat manis yang mengena dihati gue.

Some things are better left unsaid itu memang ga selalu benar. Seperti cerita didalam buku ini. Semuanya akan menjadi jelas, dan mungkin akan berakhir bahagia, kalo satu sama lain saling terbuka dan ga hanyut dalam pikiran masing-masing. Tapi gue betelah dengan sikap Raffa yang begitu banget, dan Kejora yang begitu banget juga. Begitu gimana sih, Dheaaa? Hahahaa. Ya gitu kayak dalem buku ini :p

Berikut beberapa kalimat manis yang sempat gue kutip :

Meski aku ribuan kilometer jauhnya dari kamu, dengan magisnya bayang-bayangmu masih menghantuiku (halaman 18)

Apa-apa yang ditulis akan abadi, sedang apa yang diucap akan hilang dalam sekejap (halaman 36)

Karena apa-apa yang sudah tidak kokoh, tidak layak untuk dipertahankan. (Halaman 53)

Karena meski semua yang kita punya terasa sangat manis dan indah, jauh didalam hati, aku tahu kalau hal itu tidak akan berjalan selamanya.

Bagian terburuk dari kisahku bukanlah perpisahan kita, melainkan kenyataan bahwa setelah semua yang kita lewati bersama kamu baik-baik saja tanpa aku, sementara aku sendiri disini menahan rindu. Kamu bahkan tak peduli. (Halaman 213)

Jangan pernah takut kehilangan, karena semua yang hilang pasti akan menemukan jalannya untuk kembali kalau itu memang ditakdirkan buat lo (halaman 305)

Kita memang tidak bisa memutar balikkan waktu, sehingga apa yang kita punya ini murni tinggal kenangan (halaman 360)

Gimana? Baper kan. Padahal itu cuma potongan kalimat. Nah lo bayangin sendiri aja gimana gue baca 389++ halaman dengan kalimat-kalimat sendu semacam itu. Apa gak macam disilet-silet hati gue saking ikutan perihnya.. Hikss..

Tapi, satu bab di akhir bikin gue pengen proted ama judul buku ini. Hahaha. Gue kirain suratnya emang beneran tak terkirim. Ternyata pada akhirnya surat-surat tsb sampe juga ke tangan si tertuju, meski bukan dengan cara yang sebenarnya. dan si tertuju juga baca semua surat-surat tersebut. Sampe disini penasaran gue terjawab, alasan Kejora tidak ingin mengirimkan surat-surat itu adalah karena dia tidak ingin apa yang melukainya dimasa lalu kembali melukainya dimasa depan. Apalagi kan dia udah punya kehidupan baru. Tapi gue bersyukur karena bagaimanapun caranya dan siapapun perantaranya, surat-surat itu sempat sampai dan dibaca oleh yang tertuju. Meski tidak mengubah apa-apa, paling tidak gak selamanya menjadi tanda tanya dalam hidup. Karena sungguh, menyimpan pertanyaan tak terjawab itu sangat gak enak.

Ada beberapa typo dalam buku tapi gak sempat gue catat karena ga begitu mengganggu sih. Ya tapi emang cukup keliatan. Hehe. Dan mayan banyak loh. Tapi ya itu, gue males (dan ga sempet) nyatet. Karena lebih baik fokus pada yang bagus-bagusnya aja (dalam hal ini kalimat-kalimat manis yang udah gue kutip diatas) daripada fokus ama kejelekan lainnya (typo). Karena sungguh, buku ini layak dibaca kalo kalian butuh suatu bacaan yang manis dan bikin baper.

Covernya sederhana, dan gak mencolok. Tapi isinya dahsyat... That's why you can't judge a book by its cover. Okay?

Rate : 8,5/10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design ByWulansari