20 April 2016

cerita yang sudah (harus) selesai



***
Aku mengaduk tak jelas gelas teh yang mengepul dihadapanku, belum setetes pun cairannya mengaliri tenggorokanku. Padahal Keara selalu bilang, teh selalu enak dinikmati saat hangat.
Ah, Keara.
Aku mengingat lagi detail awal pertemuan kami. Dia yang baru selesai lembur dan minta ditelponkan satpam taksi, aku yang sedang berjalan menuju parkiran. Dan tawaran mengantarnya pulang terlontar begitu saja. Awalnya dia menolak, tapi setelah aku meyakinkan bahwa tak apa-apa akhirnya dia mau.
Kami sudah nyaris setahun satu kantor tapi rasanya belum pernah bertegur sapa selain bertukar senyum kalau tidak sengaja berpapasan atau bersama-sama ada dalam satu lift. Dia cukup terkenal karena selalu mencolok dengan warna tas dan sepatunya yang selalu matching sama warna kemeja dalaman blazernya. Belum lagi bibir berpulas lipstik merah yang selalu menyunggingkan senyum. Her signature. Dan bukan satu dua laki-laki dikantor kami yang berusaha mendekatinya.
Perjalanan pulang malam itu menjadi menyenangkan karena Keara bukan jenis wanita jaim-an sehingga mobil terasa ramai dengan celotehnya. Kami seperti tidak kehabisan bahan pembicaraan karena Keara seperti punya banyak hal untuk diceritakan. Padahal malam itu adalah pertama kalinya kami mengobrol dan berada sedekat itu, tapi rasanya seperti sudah bersahabat lama.
Malam itu diakhiri dengan kami bertukar nomor telpon dan pin bbm saat mobilku berhenti tepat di depan pagar rumahnya. Dan berlanjut menjadi bbm-bbm gak penting di sela jam bekerja, telpon-telpon random setiap malam, keliling palembang mencicipi kuliner nyaris setiap malam minggu (dan Keara bukan pula jenis wanita yang maunya diajak makan di restoran mahal aja, dia sama sekali tidak keberatan dan malah suka diajak makan di warung-warung tenda pinggir jalan),  dan berbagai agenda seru lainnya setiap hari minggu (entah itu nonton bioskop, ke toko buku, nonton konser musik, apa saja..)
Dua tahun kebersamaan kami cukup membuat aku mengenal Keara luar dalam. Dia yang lebih milih nggak jadi pergi daripada harus pake tas dan sepatu yang warnanya ga matching sama baju (well, jangan tanya sebanyak apa koleksi tas dan sepatunya Keara, ya!). Keara suka teh, dan aku selalu suka memperhatikan cara dia meminum tehnya, menyesap sesendok demi sesendok selagi gelas teh masih mengepulkan asap hangatnya. Keara suka membaca novel romance dan ga suka nonton film action yang banyak berantem-berantemnya. Keara suka mendengarkan lagu-lagu rock. Keara gak bisa jauh dari smartphone-nya. Keara jarang marah, gak bisa diem kecuali lagi sakit, gak suka sayuran hijau karena katanya mirip rumput. Keara selalu bawa tas dengan isi seabrek setiap pergi, mulai dari bedak, tissue, lipstik, parfume, dompet, headset, charger, blablabla. Dan yang membuatku selalu terkesima adalah Keara selalu membawa mukena didalam tasnya, apapun keadaannya, kemanapun kami, Keara selalu menyempatkan sholat ketika waktunya sudah tiba.
Aku mengaduk lagi gelas tehku, masih tak berminat memindahkan setetes pun isi didalamnya kedalam rongga mulutku.
Ah, Keara.... Dua tahun ini terlalu indah.
Berbagai kenangan kembali berseliweran, semacam video yang terputar jelas dikepalaku. Aku ingat suatu hari pernah membawakan segelas teh hangat dengan irisan daun mint ke ruang kerjanya, dia yang sedang sibuk dengan setumpuk berkas mengejar deadline akhir bulan kemudian tersenyum sumringah, memelukku erat, dan berkata “Kafkaaaa... kamu tau aja apa yang lagi aku butuhkan. Makasih ya, ganteng... Andai kita ketemu tiga tahun lebih cepat, yaa...”
Drrtt....
Lamunanku buyar terganggu getaran smartphone yang berada tepat disebelah gelas tehku. Sebuah email masuk. Aku mengernyit bingung.
Pelan kuraih smartphone itu dan mendapati nama Keara sebagai pengirim email. Aku semakin tak mengerti. Kami berjanji bertemu disini, sore ini, Tapi Keara sudah terlambat dua jam. Keterlambatan yang membuat pikiranku melayang kemana-mana, membawa aku menelusuri berbagai kenangan kami. Lantas kenapa bukan dia yang datang tetapi email ini?
Email itu cukup panjang dan aku membacanya perlahan dalam diam.

From      : keara.kurniawan@gmail.com.
To         : kafkakaf@gmail.com
Subject   : <no subject>

Dear Kafka,
Sebelumnya maafkan aku karena setelah sekian jam menunggu, bukannya aku yang datang tetapi malah email panjang ini. Aku sudah datang, ganteng. Tepat waktu. Tapi melihat kamu duduk disitu, aku mendadak kehilangan semua keberanian yang sudah aku siapkan sejak semalam.
Aku mau membuat semuanya menjadi mudah. Dan kalo tadi aku berjalan menemuimu, maka pasti akan sulit buat kita berdua. Ternyata, aku mencintaimu sebesar itu, Kafka. Dan aku tau, kalo tadi kita ketemu, maka semuanya akan berulang dari awal. Aku akan kembali luluh, kamu akan semakin berat.
Kita memang harus berakhir disini, Ganteng...
Bukan karena kamu atau aku tidak baik untuk satu sama lain. Bukan pula karena kita tidak saling sayang. Tapi memang kadang ada dua orang yang diciptakan saling cinta tapi tidak untuk saling memiliki. Well, mungkin itu kita.
Terimakasih, Ganteng. Terimakasih karena kamu sudah pernah sayang sama aku. Terimakasih karena kamu sudah pernah jagain aku, sabar ngadepin aku yang rewel, nurutin maunya aku yang kadang macem-macem. Terimakasih ya, Ganteng. Terimakasih karena kamu sudah pernah mengizinkan aku dekat-dekat dengan kamu dan merasa jadi yang paling kamu sayang.
Seperti yang selalu aku katakan padamu sambil lalu, andai aku bisa memutar balikkan waktu dan bertemu kamu tiga tahun lebih awal, mungkin yang kamu nikahi adalah aku dan bukan dia. Aku tidak menyerah, aku hanya merasa jahat karena sudah membuat hati kamu terbagi. Entah dengan apa aku bisa menebus dosaku ini sama anak istri kamu ya, Ganteng..
Aku baik-baik saja, ganteng. Mulai hari ini, aku janji gak bakal jadi alasan hati kamu terbagi lagi. Mencintai suami orang tidak pernah ada dalam impian atau cita-cita masa kecilku, tapi aku percaya Tuhan punya alasan kenapa hidup kita dibuat bersinggungan.
Efektif resign-ku besok. Jangan cari aku, ya. Aku akan baik-baik saja, jangan khawatir. Kamu juga harus selalu baik-baik saja. Jangan males makan siang meski kerjaan lagi banyak, jangan tinggal sholat lagi ya...
I’ll miss you, handsome. I’ll miss us.

Love,
Keara


Sesuatu memanas disudut mataku. Aku tahu laki-laki pantang menangis, tapi kali ini rasanya pilu sekali. Aku mungkin memang laki-laki bajingan, suami yang tidak bersyukur, ayah yang tidak baik. Aku mencintai wanita lain, dekat dengan wanita lain, padahal statusku sudah punya istri dan satu anak.
Pertama kali dekat, Keara tidak tahu. Salahku karena ketika dia bertanya pacar, aku menjawab tidak punya sambil tertawa. Sebenarnya tidak salah, karena aku memang tidak punya pacar. Aku punya istri, oh dan satu anak yang belum genap setahun umurnya. Hingga beberapa bulan kemudian, salah satu rekan kami memberitahunya. Dia tak lantas mundur, dia tak menjauh. Dia bilang, “jangan sebut tentang istri kamu kalo kita lagi sama-sama, ya...”. Dan aku mengiyakan. Hingga dua tahun, dan sampai di hari ini.
Ah, Keara.
I’ll miss you, too... I’ll miss us, too...
Aku akan rindu rambut kamu yang selalu wangi shampoo seharian itu entah bagaimana caranya. Aku akan rindu cara kamu berbicara, tawa kamu, marahnya kamu kalo aku lupa makan siang. Aku akan rindu kamu ingetin sholat. Aku akan rindu cara kamu minum teh. Aku akan rindu dipanggil dengan nickname “ganteng” yang cuma punya kamu itu.. I’ll miss everything about you, Keara...
Smartphone-ku bergetar lagi, kali ini telepon masuk.

Mami Rahesa Calling...

Istriku.

Aku menghela nafas, menenangkan diri, kemudian menekan tombol answer.

“Iya, sayang? Oh, iya... Aku sebentar lagi pulang... Apa? Iya meetingnya udah selesai. Iya aku inget kok mau ngajak Rahesa nonton. Kalian siap-siap ya, setengah jam lagi aku sampe rumah kita langsung berangkat. Iya sayang... Okay... Dadah...”

Mungkin memang sudah seharusnya seperti ini ya, Keara. Mungkin memang sudah seharusnya diakhiri.




...............................
Note : Pemanasan setelah sekian lama ga nulis cerita, abis baca cerbung Mbak Lala Purwono di Notes Fesbuk, jadi rindu nulis juga :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog Design ByWulansari