deTea. Sore hari.
Diluar hujan rintik lumayan deras. Aku dan Fathir memilih menghabiskan waktu di deTea sembari menunggu hujan reda.
"Kita udah lama ya nggak kesini..." Fathir memecah keheningan. Aku sibuk dengan androidku. Fathir melirik keluar lewat kaca transparant tepat disebelah kami.
"Hmm..." jawabku sekenanya sambil tersenyum-senyum sendiri, obrolan di whatsapp sama salah satu sahabat SMAku sedang seru.
Waitress datang membawakan daftar menu. Fathir memesan Oolong Tea tanpa melihat menu sama sekali.
"Mbak Aya pesen apa?" tanya waitress itu kepadaku. Ah, iya. Aku dan Fathir sudah terlalu sering kesini, jadi jangan heran kalo mbak waitress ini sudah kenal padaku.
"Aku kayak biasa aja, mbak. Roibos tea tapi yang hangat, ya. Lagi dingin ini. Hehe..."
Waitress bernama Dina itu mencatat pesanan kami. "Aku ulang, ya. Satu Oolong Tea dingin dan satu Roibos Tea anget? Itu aja? Cemilannya nggak?"
"Oh iya tambah satu kentang goreng porsi jumbo ya, mbak..." Fathir buru-buru menambahkan pesanan. Waitress mencatat pesanan kami. "Kamu, yank?" Fathir bertanya padaku.
"Itu aja bareng sama kamu..." aku menjawab sambil memencet tombol key lock pada androidku.
Waitress mengangguk paham. Sekali lagi mengulang membaca pesanan kami kemudia dia pamit pergi.
"Udah searching-searching lowongan pekerjaan?" tanya Fathir.
Aku memutar bola mataku, agak kaget juga Fathir nanyain itu. Padahal, sejak aku skripsian sampe akhirnya aku yudisium, aku benar-benar menahan diri untuk nggak membahas apapun yang berkaitan dengan itu sama Fathir. Takut dia merasa nggak nyaman. Apalah ya namanya. Kan dia belum. Padahal, kami kan seangkatan.
"Surat tanda lulus aja belum dapet. Bilangnya aja sih udah yudisium. Tapi nggak ada bukti apa-apa..." jawabku sambil mendengus sebal. Sudah dua minggu berlalu sejak yudisium tapi aku sama sekali belum mendapatkan bukti lulus apa-apa.
"Surat tanda lulus dan Transkrip nilai sementara itu kan bisa diurus, sayang. Tinggal bikin surat permohonan doang ke dekanat. Mau aku temenin ngurusnya?" tanya Fathir.
Aku menggeleng cepat. "Nanti aja ah kalo udah beneran dapet, nggak mau pake yang sementara-sementaraan..."
Fathir tersenyum. "Kalo bisa sekarang kenapa mesti nunggu nanti sih sayang?"
"Huuu... Sok-sokan ngomongin orang. Sendirinya nggak?" kataku melotot. Ku cubit gemas tangan kekasihku itu.
Fathir terbahak.
Waitress datang membawakan pesanan kami. Fathir tersenyum. Aku mengucapkan terimakasih.
"Kemaren tante ngasih tau ada lowongan pekerjaan buat fresh graduate akuntansi..." aku memulai.
Fathir mengaduk Oolong Tea nya, lalu mulai menyesap sesendok demi sesendok Teh herbal asal china yang banyak mengandung catechin itu. Catechin adalah senyawa antimikroba yang bisa mencegah karies atau lubang pada gigi. Well, Fathir amat sangat mencintai deretan gigi putihnya.
"Tapi aku belum ngasih respon... Alesan aku sih Surat Tanda Lulus dan Transkrip Nilainya belom keluar..." Aku melanjutkan.
"Eh kenapa? Besok aku temenin ngurus STL sama Transkrip nilai sementara, ya!"
Aku meniup gelas Roibos Tea-ku. Teh herbal yang berasal dari Afrika selatan ini dipercaya mampu mengatasi gejala letih dan lesu akibat kurang darah karena mengandung tennin, flavoid yang mampu meningkatkan penerapan zat besi dari makanan.
"Tapi jauh, sayang. Di Jakarta...."
Fathir diam. Aku menangkap kegelisahan dari gerak-geriknya. Fathir mulai menyesap sesendok demi sesendok lagi Oolong Teanya.
"Emang kamu nggak pa-pa kalo mesti jauh dari aku?" aku bertanya, serius.
Fathir masih diam. Masih menyesap sesendok demi sesendok Oolong Teanya. Sambil sesekali tangannya mencomot kentang goreng dan mencocolnya dengan sambal.
"Yank?"
Fathir menghela nafas. "Sebenernya sih aku nggak mau kamu jauh, yank. Tapi kalo emang disana kerjaannya enak, kenapa nggak?" Fathir menatapku, tersenyum.
Aku terbelalak. "Tapi kamu kan selalu bermasalah sama jarak, yank?"
"Well, distance will mean nothing when someone is your everything, kan?" katanya sambil tersenyum. "Aku tau pasti sulit. Aku kan sudah pernah gagal. Tapi aku janji, sayang. Aku janji bakal berusaha...." lanjutnya, masih tersenyum.
Aku tak mempercayai pendengaranku. "Are you sure?" tanyaku.
Fathir mengangguk, mantap.
"Oh ya, sayang. Kamu mau janji satu hal sama aku?" tanya Fathir.
Aku menatapnya penuh tanda tanya. "If only I can..." jawabku.
"Kamu pasti bisa kok. Mau ya janji?"
Aku mengangkat bahu.
"Aku cuma mau kamu janji sama aku, kalo kelak kamu akan dapet kerjaan yang jauuuuuuuuh lebih baik dari mereka yang selalu berbisik jahat tentang kamu. Aku mau kamu buktiin kalo pacar aku hebat, bener-bener hebat, nggak kayak yang mereka pikir selama ini. Itu aja udah bakal bikin aku bangga setengah mati sama kamu, sayang..."
Aku menatap Fathir, kekasihku itu, dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Aku tersenyum. Fathir balas tersenyum. Senyum matahari yang selalu meluluhlantakkan hati.
"Insya Allah. Kamu doain aja, ya..."
Fathir mengangguk dan tersenyum, lalu mencomot kentang goreng lagi. Aku mengikutinya mencomot kentang goreng, lalu menyeruput tehku sedikit.
"Eh iya, sayang. Ada salam dari Loli...." Fathir tiba-tiba menyebut satu nama yang begitu asing ditelingaku. "Temen SMA aku. Ituuu yang dulu pernah aku ceritain dia nembak aku... hahahah"
Aku membentuk bulatan O dengan bibirku, seolah mengerti. Aku ingat cerita itu. Tapi aku nggak pernah kenal sama nama yang dimaksud. Lantas? Nitip salam?
"Itu dia beneran nitip salam atau...."
"Beneran, sayang. Dia pro kita, kok!" Fathir memotong ucapanku cepat. Aku mengangguk seolah mengerti. Lalu kami tertawa.
"Alhamdulillah ya Allah. Surga banget rasanya ada temen SMA kamu yang nitip salam buat aku saat ada banyak pula temen SMA kamu yang lain yang nggak suka sama aku..."
Fathir tertawa. "Kamu nggak usah pikirin itu lagi. Konsen aja kehidup kamu kedepannya. Aku percaya kamu, sayang. Kita akan baik-baik saja, kok..." katanya, menggenggam sebelah tanganku.
You know my name, not my story. You heard what I've done, not what I'vebeen through.
Aku tersenyum, membiarkan hangat menjalari tubuhku lewat genggaman tangan kekasihku itu. Hujan diluar masih lumayan deras, teh kami sudah nyaris tandas. I won't give up - Jason Mraz berkumandang memenuhi deTea. Backsound yang kok bisa-bisanya pas banget.
I won't give up on us. Even if the skies get rough. I'm giving you all my love. I'm still looking up
***
Another story of Fathir - Soraya #draft
Tidak ada komentar:
Posting Komentar